Dua
puluh sembilan bulan sudah aku menapaki peradaban Jogja. Menjalani proses
pembelajaran di kampus putih dan menemukan secercah cahaya yang kian hari kian
merona “mizanuna”. Ya, salah satu UKM yang kabarnya menjadi kiblat UKM-UKM lain
di kampus UI Negeri Sunan Kalijaga Jogja. Memang belum ada penelitian yang
membuktikan kebenaran kabar tersebut, tapi berdasarkan kiprahnya di dunia
kampus yang notabene berbasis Islami, UKM al-Mizan merupakan salah satu UKM
yang sangat menjunjung tinggi nilai-nilai Islami berlandaskan al-Qur’an sejalan
dengan visi kampus. Weesseh keren banget bukan?Tak
dapat dipungkiri, UKM ini sangat familiar di telinga masyarakat kampus. Karena UKM ini merupakan wadah bagi mahasiswa yang
berbakat serta minat dalam mengembangkan seni Qur’any.Nah
kalau aku jelas tergolong yang mempunyai minat saja untuk masuk dalam wadah
tersebut:-D dan entah pertolongan darimana yang mengantarkanku hingga dapat
diterima di dalamnya. Yang jelas aku percaya Allahu bashiirun bil ‘ibaad..
***
Entah apa yang dapat menganalogikan kehadiranku dalam al-Mizan. Mungkin banyak orang yang menilaiku laksana benalu yang tumbuh pada rimbunnya batang pohon. Atau bahkan fatamorgana di padang pasir, terlihat ada tapi sejatinya tidak ada.Yang jelas disana aku bagaikan kertas yang selalu menerima apapun yang diberikannya. al-Mizan-lah pena-nya, senantiasa memberi goresan tinta penuh arti dalam hidup ini, tak lain sebuah pembelajaran. Disana aku belajar membaca kalamullah yang baik dan benar meski sampai sekarang masih jauh dari kata sempurna. Meluruskan niat meski berat, tanggungjawab, memahami dan menyatukan perbedaan, menyambung ukhuwah, pantang menyerah, komitmen serta bertahan dalam hujaman pilihan. Seringkali timbul konflik antara diriku dengan batin ini. Sungguh al-Mizan sejatinya bukan wilayahku. Al-Mizan adalah the perfect zone dimana orang-orang hebat, para pemilik talent bereksplorasi mengembangkan bakat emasnya. Sebagai manusia biasa, minder pasti, tapi semua rasa ketidakpantasanku ter-cover oleh kehebatan jiwa mereka. Ke-tawadhu’an-nya luar biasa, sehingga bisa menerima kekuranganku bahkan merangkulku untuk bersama-sama mempertahankan ruh al-Mizan. Mereka bak penjual wewangian dan aku seorang yang lewat di depannya. Meski tidak membeli, tapi aku terkena harum wanginya. Subhanallah pokoknya joss sekali :-D
Entah apa yang dapat menganalogikan kehadiranku dalam al-Mizan. Mungkin banyak orang yang menilaiku laksana benalu yang tumbuh pada rimbunnya batang pohon. Atau bahkan fatamorgana di padang pasir, terlihat ada tapi sejatinya tidak ada.Yang jelas disana aku bagaikan kertas yang selalu menerima apapun yang diberikannya. al-Mizan-lah pena-nya, senantiasa memberi goresan tinta penuh arti dalam hidup ini, tak lain sebuah pembelajaran. Disana aku belajar membaca kalamullah yang baik dan benar meski sampai sekarang masih jauh dari kata sempurna. Meluruskan niat meski berat, tanggungjawab, memahami dan menyatukan perbedaan, menyambung ukhuwah, pantang menyerah, komitmen serta bertahan dalam hujaman pilihan. Seringkali timbul konflik antara diriku dengan batin ini. Sungguh al-Mizan sejatinya bukan wilayahku. Al-Mizan adalah the perfect zone dimana orang-orang hebat, para pemilik talent bereksplorasi mengembangkan bakat emasnya. Sebagai manusia biasa, minder pasti, tapi semua rasa ketidakpantasanku ter-cover oleh kehebatan jiwa mereka. Ke-tawadhu’an-nya luar biasa, sehingga bisa menerima kekuranganku bahkan merangkulku untuk bersama-sama mempertahankan ruh al-Mizan. Mereka bak penjual wewangian dan aku seorang yang lewat di depannya. Meski tidak membeli, tapi aku terkena harum wanginya. Subhanallah pokoknya joss sekali :-D
***
Semua berjalan tanpa alasan, yang terbesit hanyalah niat untuk belajar. Ya, hanya untuk belajarlah satu-satunya alasan yang memantapkan pilihanku pada JQH al-Mizan waktu itu. Mungkin terkesan naif, tapi dengan alasan itulah aku dapat bertahan sampai detik ini, meski hanya sekadar "bertahan", tanpa kontribusi yang jelas di dalamnya. MasyaAllah..
Semua berjalan tanpa alasan, yang terbesit hanyalah niat untuk belajar. Ya, hanya untuk belajarlah satu-satunya alasan yang memantapkan pilihanku pada JQH al-Mizan waktu itu. Mungkin terkesan naif, tapi dengan alasan itulah aku dapat bertahan sampai detik ini, meski hanya sekadar "bertahan", tanpa kontribusi yang jelas di dalamnya. MasyaAllah..
***
Entah sampai kapan aku akan dapat bertahan. Ku harap selamanya, selama Allah masih memberikanku kesempatan menginjakkan langkah di bumi Jogjakarta. Kalaupun suatu saat keadaan terpahit menghampiriku hingga tidak dapat bersua lagi dengannya, anak-anakku kelak yang akan meneruskannya. Tentunya tidak sekadar meneruskan apa yang kulakukan. Harus berkontribusi bagi kejayaan al-Mizan, syukur berprestasi. Buat al-Mizan bangga! Buat keluarganya bahagia! Semoga al-Mizan semakin jaya! aaamiiin…
Entah sampai kapan aku akan dapat bertahan. Ku harap selamanya, selama Allah masih memberikanku kesempatan menginjakkan langkah di bumi Jogjakarta. Kalaupun suatu saat keadaan terpahit menghampiriku hingga tidak dapat bersua lagi dengannya, anak-anakku kelak yang akan meneruskannya. Tentunya tidak sekadar meneruskan apa yang kulakukan. Harus berkontribusi bagi kejayaan al-Mizan, syukur berprestasi. Buat al-Mizan bangga! Buat keluarganya bahagia! Semoga al-Mizan semakin jaya! aaamiiin…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar